Dalam kondisi diare ringan, Anda hanya perlu mengubah pola makan, dan diare pun bisa sembuh dalam waktu 1-3 hari.
Untuk mempercepat proses penyembuhan diare, banyak orang memutuskan langsung mengkonsumsi obat-obatan anti-diare yang banyak dijual di apotek, toko obat dan warung terdekat.
Salah satu jenis campuran obat yang banyak ditemukan dalam obat anti-diare adalah kaolin.
Bolehkah Mengatasi Diare dengan Kaolin?
Kaolin merupakan salah satu mineral penting yang banyak digunakan dalam berbagai jenis industri, mulai dari kecantikan, obat-obatan, hingga industri rumah tangga.
Dalam dunia medis, kaolin sering dijadikan sebagai campuran dalam obat anti-diare dan obat anti-luka.
Hal ini disebabkan karena sifatnya yang mampu membawa keluar bakteri penyebab diare dari saluran cerna, menyerap kelebihan air di usus, membantu memadatkan tinja dan mempercepat penyembuhan diare. Dalam takaran yang tepat, kaolin cukup aman dikonsumsi manusia.
Selain digunakan untuk mengatasi diare ringan, mineral ini pun bisa digunakan untuk mengatasi diare sedang hingga berat, termasuk untuk mengobati kolera.
Namun perlu diingat, kaolin tidak bersifat membunuh bakteri, hanya mengeluarkannya saja dari saluran cerna.
Jadi untuk diare yang disebabkan karena bakteri, biasanya dokter akan meresepkan obat penyerta, terutama obat-obatan dari golongan antibiotik.
Meskipun begitu, ternyata masih ada beberapa penelitian justru belum mampu membuktikan efektivitas kaolin dalam mengobati diare.
Kaolin hanya terbukti mampu membantu mengatasi gejala diare dengan cara membantu memadatkan feses dan menyerap bakteri untuk dikeluarkan lewat feses.
Perhatikan Dosis Konsumsi Kaolin
Sebelum mengkonsumsi obat anti-diare yang mengandung kaolin, sebaiknya perhatikan dosis pemakaiannya.
Ini penting mengingat sifat kaolin yang dapat membantu memadatkan tinja, justru bisa berbalik menyebabkan sembelit jika dikonsumsi dalam jumlah berlebih.
Selain itu, berikut rekomendasi penggunaan kaolin sebagai obat diare.
- Anak usia 3–6 tahun, dosis maksimal 1–2 sdm per hari
- Anak usia 6–12 tahun, dosis maksimal 2–4 sdm per hari
- Anak usia 12 tahun ke atas, dosis maksimal 3–4 sdm per hari
- Dewasa, dosis maksimal 4–8 sdm per hari.
Untuk anak dibawah usia 3 tahun, konsumsi kaolin sebaiknya atas petunjuk dokter. Selain itu, rekomendasi konsumsi kaolin tidak boleh lebih dari 2 hari berturut-turut. Jika diare belum sembuh, segera periksakan diri ke dokter.
Efek Samping Kaolin
Meski relatif aman dikonsumsi, namun ada beberapa efek samping yang harus diperhatikan, salah satunya konstipasi atau sembelit.
Seperti dijelaskan di atas, efek samping ini terjadi akibat konsumsi kaolin secara berlebih, dan kebanyakan kasus seperti ini menimpa anak-anak dan lansia.
Selain itu, bagi beberapa orang konsumsi kaolin beresiko menimbulkan reaksi alergi. Hal ini ditandai dengan munculnya ruam kulit, gatal-gatal, dan sesak nafas.
Dalam beberapa kondisi, kaolin bisa juga menyebabkan pembengkakan di bibir, lidah, mulut dan wajah.
Bagi ibu hamil, kaolin tidak direkomendasikan atau hanya boleh dikonsumsi sesuai dengan resep dokter.
Meski tidak diserap plasenta, namun beberapa penelitian menyebut jika obat anti-diare yang mengandung kaolin berhubungan dengan anemia dan hipokalemia selama masa kehamilan.
Konsumsi kaolin juga tidak disarankan dikonsumsi bersama obat-obatan tertentu, seperti clindamycin, digoxin, quinidine, atau trimethoprim.
Anda pun wajib berhati-hati saat mengkonsumsi kaolin bersama dengan suplemen diet, obat herbal, atau bagi mereka yang memiliki alergi makanan.
Referensi:
- RXList. Diakses pada 2021. Kaolin: Health Benefits, Side Effects, Uses, Dose & Precaution
- Drugs.com. Diakses pada 2021. Kaolin and pectin Advanced Patient Information
- NCBI. Diakses pada 2021. Treatment of diarrheal disease